Sabtu, 18 Juni 2016

Pemikiran Cak Nun -Emha Ainun Nadjib

"Nggak Ada Nabi Yang Mengaku Alim.." [Think Different Ala Cak Nun - 2]
-

Jujur aku rodok sungkan nulis koyok ngene iki rek. Yang saya takutkan adalah orang menganggap saya ini hebat, pinter ngaji, tahu agama. Ketahuilah mblo, saya ini cuman seorang gentho bosok yang sedang berproses belajar agama. Maka saya sebisa mungkin tidak menyantumkan dalil-dalil biar tidak terkesan ngustadz (tapi pitutur Cak Nun nggak asal ngablak, semua ada dalilnya dan atau melalui proses ijtihad yang panjang). Semoga bisa menjadi bahan renungan dan pembelajaran. Yo wis lah, zuukk mariii..
-------------------------------------------------------------------------

Walaupun seorang ulama atau kyai, tapi Cak Nun selalu berpakaian seperti layaknya orang biasa. Bisa dikatakan ganok bedane karo wong dodol akik, buruh pabrik atau sales kaos kaki.
"“Kalau saya datang dengan berpakaian gamis dan sorban, memang tidak ada salahnya. Cuman saya takut semua orang akan berkesimpulan bahwa saya lebih pandai daripada yang lain. Lebih parah lagi, kalau mereka berkesimpulan bahwa saya lebih alim...Kalau itu tidak benar, itu khan namanya 'penipuan'...!" kata Cak Nun.
"Kalaupun memang benar, apakah akhlak itu untuk dipamerkan kepada orang lain (melalui pakaian)? Tidak boleh kan? Maka semampu-mampu saya, berpakaian seperti ini untuk mengurangi potensi 'penipuan' saya kepada Anda. Anda tidak boleh mendewakan saya, me-Muhammad-kan saya, meng-habib-kan saya, karena saya adalah saya karena Allah menjadikan saya sebagai saya dan tidak karena yang lain. Maka Anda obyektif saja sama saya...” lanjut Cak Nun.
Menurut Cak Nun, seorang ulama harusnya bisa berpakaian yang sama dengan pakaian umatnya yang paling miskin. Cak Nun tidak mempersalahkan orang yang bergamis dan berserban. Malah salut sama mereka yang menunjukan kecintaannya pada Rasulullah dengan meniru persis apa yang ada di diri Rasul.
Tapi perlu diketahui bahwa baju Rasulullah tidak sebagus dan sekinclong yang dipakai kebanyakan orang sekarang. Baju Rasulullah sendiri ada 3 jenis : yang dipakai, yang di dalam lemari dan yang dicuci. Dan semua orang Arab di jaman nabi, model pakaiannya seperti itu. Nggak cuma Nabi Muhammad..;Abu Jahal, Sueb, Sanusi, Atim dan orang Arab lainnya, model klambine koyok ngono iku. Jadi sebenarnya sunnah Rasul yang paling mendasar adalah Akhlaknya bukan kostumnya.
Orang yang disukai Tuhan adalah orang yang menyebut dirinya buruk, biso rumongso, nggak rumongso biso. Orang yang diragukan keihklasannya adalah orang menyebut dirinya baik. Semua nabi mengaku dirinya dzolim : "Inni Kuntu Minadzolimin"(aku termasuk orang yang dzolim). Nggak ada nabi yang mengaku dirinya sholeh. Kalau ada orang yang mengaku paling benar atau alim, langsung tinggal mulih ae...ndang baliyo sriii..!
"Kalau sama Tuhan kita harus 100%, kalau kepada ilmu kita, cukup 99%. Seluruh yang saya ketahui dan yakini benar itu belum tentu benar. Maka saya tidak mempertahankan yang saya yakini benar karena mungkin mendapatkan ilmu yang lebih tinggi." kata Cak Nun.
Karena itulah saat bersama jamaahnya, Cak Nun selalu memposisikan dirinya sama, sama-sama belajar. Dan Cak Nun sendiri lebih suka pada jamaah yang sedang berproses daripada yang sudah ahli ibadah. Karena itu lebih tepat sasaran. Bukan pengajian pada orang yang sudah ngerti Al Quran, bukan pengajian yang menyuruh haji orang yang sudah berhaji, menyuruh ngaji orang yang sudah ngaji tiap hari, menyuruh orang shalat yang sudah shalat, dst.
"Tidak apa-apa kalau ilmu agamamu masih pas-pasan, itu malah membuatmu menjadi rendah hati. Banyak orang yang sudah merasa tahu ilmu agama, malah menjadikannya tinggi hati, " begitu pesan Cak Nun.
"Kalau saya kadang bicara pakai bahasa Jawa, jangan dibilang Jawasentris..saya cuman berekspresi sebagai orang Jawa..saya lahir dan dibesar di Jawa..diperintah Tuhan jadi orang Jawa...maka saya mencintai dan mendalami budaya saya..siapa bilang Jawa itu tidak Islam..kalau saya ayam saya nggak akan jadi kambing..kalau anda kucing jangan meng-anjing-anjing-kan diri..Kita memang disuruh Bhineka (berbeda-beda) kok..!"
Banyak orang salah kaprah menyebut Cak Nun sebagai penganut kejawen. Kejawen ndasmu... 'Software' Cak Nun lebih canggih karena laku tirakat luar biasa yang dilakukan sejak kecil. (Laku tirakat yang tidak bertujuan untuk menguasai ilmu hitam koyok mbahmu mbiyen). Sehingga beliau waskito, mempunyai sidik paningal, mempunyai pandangan yang tajam dan jernih soal kehidupan.
Little bit wagu kalau ada orang Jawa (atau Indonesia) yang malah membangga-mbanggakan budaya Arab atau Barat. Benci kebaya tapi nggak ngasih solusi bagaimana kebaya bisa Islami. Ingat : Jowo digowo, Arab digarap dan Barat diruwat.
-------------------------------------------------------------------------
Cara dakwah Cak Nun hampir mirip dengan dakwah yang dilakukan Sunan Kalijaga. Satu-satunya Wali yang mengerti bahwa dakwah harusnya digarap secara kultural dan strategi ke-Jawa-an, karena wilayah dakwahnya ada di Jawa. Begitu juga Cak Nun dalam dakwahnya yang berpartner dengan kelompok musik Kyai Kanjeng pimpinan Nevi Budianto.
Ada cerita ketika Cak Nun dan Kyai Kanjeng bertemu dengan Yusuf Islam (Cat Stevens) seorang penyanyi pop lawas di London. Yusuf Islam yang Mualaf ini heran, dipikirnya seorang muslim itu diharamkan main musik. Rupanya mas Yusuf ini mengartikan ayat (hadits) secara harfiah atau tekstual. Tahu khan bunyi hadits-nya? sip, pinterrr.
Yusuf Islam ditanya sama Cak Nun, " Awakmu mrene numpak opo mas.?"
"Numpak montor cak..." jawab Yusuf Islam.
"Seperti mobil, musik itu netral, tidak ada agamanya, bisa dipakai sebagai kendaraan ke surga atau ke neraka.....bermusik boleh saja, asalkan tujuannya untuk mengagungkan Allah. Masjid pun kalau untuk memusuhi Allah, justru jadi sarana masuk neraka, " jelas Cak Nun yang menggunakan musik Kyai Kanjeng sebagai kendaraan untuk berdakwah.
"Oalaa..ngono yo cak,..yo wis suwun..see you tomorrow, " akhirnya mas Yusuf pun melanjutkan kegiatan musiknya sampai sekarang. Semprul, gara-gara tafsir harfiah, karier musiku rusak mblo, begitu mungkin batin Yusuf Islam.
Bukan musiknya yang haram tapi musik yang apa, bagaimana dan untuk apa. Hidup manusia tak bisa lepas dari musik. Unsur musik itu : bunyi, nada dan irama. Kalau bunyi dilarang, awakmu nek ngising ojok sampek ngeden...!. Manusia bicara pun pakai nada, tempo dan irama. Nada omongan Jawa berbeda dengan orang Batak atau suku lain. Saat berjalan pun, sadar atau tidak sadar, pakai irama dan tempo. Dan seterusnya...(Sori saya nggak memperpanjang soal ini...bakalan bisa jadi berlembar-lembar tulisan...ndas mumet mblo.)
-------------------------------------------------------------------------

Cak Nun tidak pernah menempuh pendidikan (formal) yang tinggi. Pendidikannya hanya sampai semester 1 Fakultas Ekonomi UGM. Tapi Cak Nun tampil dengan cerdas dan meyakinkan dalam seminar-seminar berdampingan dengan nama-nama top markotop, bergelar akademik tertinggi. Yang sekolahnya jauh di Amrik sana. Malah Cak Nun yang selalu lebih ‘bintang’ dari siapapun di forum-forum tersebut. Profesor pun kadang minder kalau 'diadu' sama Cak Nun dalam sebuah dialog kebudayaan atau hal yang lain.
Satu-satunya orang yang diakui Cak Nun sebagai guru adalah Umbu Landu Paranggi. Seorang sufi (begitu Cak Nun menyebutnya) yang banyak membimbing Cak Nun menemukan makna dan hakikat hidup melalui sastra di 'universitas' Malioboro. Walau Umbu beragama Marapu, agama asli Sumba, itu tidak menjadikan halangan Cak Nun untuk terus menimba ilmu darinya.
Ilmu tidak selalu diperoleh dari guru, ustadz, kyai, ulama atau ahli agama. Kebenaran bisa datang dari siapa saja. Seorang bajingan bisa saja membuka mata hatimu pada sebuah hidayah. Seorang ulama bisa saja membuatmu ‘kerdil’ dengan ilmu pengetahuan dan keyakinan yang kamu dekap erat. Yang membuatmu jadi menutup diri pada ilmu dan pengetahuan yang ada di luar sana. Yang kamu anggap bertentangan dengan keyakinanmu.
Belajar boleh pada apa dan siapapun. Nggak masalah mempelajari Hitler, Che Guevara, Fidel Castro dan lainnya. Selama kita dewasa, kita nggak akan gampang 'masuk angin' oleh kalimat kayak apapun. Yang penting nggak mudah terseret untuk menyalahkan atau membenarkan. Ambil saja makna dan manfaatnya. Simpan yang baik, tendang jauh-jauh yang mblendes.
"Saya merasa bersyukur karena saya dilindungi Tuhan sehingga dihindarkan dari sekolah yang saya masuki. Selalu diusir oleh sekolah-sekolah tadi . Itu karena desakan untuk meneliti diri saya sangat besar. Dan itu diganggu oleh guru-guru saya, " kelakar Cak Nun serius (kelakar kok serius..ya'opo se rek).
Kalau kita cermati saat bayi baru lahir. Kok si bayi ini menggerak-gerakan mulutnya, bisa tahu tempat dan caranya menyusui. Maka sebenarnya pendidikan itu jangan ge-er, guru itu tidak bisa mengajari orang, guru itu bisanya menemani. Agar murid punya bahan dalam rangka meneliti dirinya sendiri. Kalau kita tidak tahu diri kita ini siapa, bagaimana kita tahu kemampuan kita.
Kalau nggak tahu kita ini kiper apa penyerang, maka saat di lapangan sepakbola, kita bakalan kebingungan, aku iki lapo nang kene..? Kalau kucing jangan diajari menggongong. Kalau kambing jangan diajari terbang. Maka kenali dirimu, barang siapa mengenali dirinya sesungguhnya ia mengenali Tuhannya.
Kalau kamu bernama Paimo. Apa kamu itu memang Paimo? Itu khan nama yang diberikan bapakmu. Kalau kamu menamai dirimu sendiri, pasti bukan Paimo. Jadi dirimu itu bukan Paimo, bukan Markeso, bukan semua itu. Dirimu dijadikan tertutup. Begitu kamu punya orang tua, begitu masuk sekolah TK sampai kuliah..kamu ditutupi. Tugas sekolah adalah membuka tabir siapa dirimu, memberikan alat supaya mengenal dirimu. Sekolah malah menutup-nutupi dan malah ditambahi sarjana anu, ditambah doktor, ditambah kepala dinas, dsb.
"Kamu itu harus jadi tuan, sekolah itu alat anda, jangan sampai diperalat sekolah. Andai kamu perlu ijazah, oke no problem..ikutilah aturan sampai mendapatkan ijazah. Tapi tidak ada hubungannya dengan cari ilmu. Kalau cari ilmu ya banyak tempatnya, tidak hanya di sekolah. Kuliah itu mencari ijazah untuk membahagiakan orang tuamu. "
Jadi jangan salah niat. Kalau niatnya mencari ilmu, goblok koen mblo..! Kita bersekolah itu biar punya sertifikat buat mencari pekerjaan. Sekolah itu tidak mengenal Tuhan. Tuhan tidak diakui secara akademis. Karena Tuhan tidak bisa diteliti, didata, dianalisis dan disimpulkan. Segala sesuatu yang tidak memenuhi persyaratan akademis (nggak ilmiah) itu tidak diterima. Jadi semua universitas itu sebenarnya atheis...!
Pastikan anda tidak terjajah oleh dunia pendidikan. Penting mana anda sekolah atau belajar? Anda 'diperalat' sekolahan atau anda 'memperalat' sekolahan? Anda bergantung pada sekolah ataukah digantung oleh sekolahan? Terhadap pendidikan, jadikan anda subyek dari sekolahan, bukan obyek sekolahan.
Alat kejahatan yang paling canggih adalah aturan-aturan, maka bikinlah aturanmu sebelum kamu dikalahkan orang lain dengan menggunakan aturan dia.
"Kamu itu sekarang diatur oleh yang membuat sekolahan..kamu seharusnya nyantri tapi kamu dikasih aturan : nyantri itu tidak ada masa depannya, yang bermasa depan itu sekolah. Dan sekolah mempunyai aturan yang lebih detail lagi, bahwa orang harus jadi S1, S2.." kata Cak Nun di depan santri-santri NU suatu kali.
Pendidikan itu tujuannya sederhana, biar kita tidak kesasar saat kembali ke Tuhan. Maka teruslah belajar agar tidak kesasar. Sebenarnya tidak sekolah itu lebih baik tapi tetap ente harus sekolah mblo..!. Karena begitu sekolah kamu lupa dirimu, ketutupan. Begitu kamu sarjana, kamu pikir kamu itu sarjana. Sarjana itu bukan hakikat, bukan wujud, bukan kasunyatan. Sarjana itu cuman kartu parkir. Maka niatkan sekolah untuk membahagiakan orang tuamu. Ngono ae wis dan itu adalah motivasi yang paling tinggi. Cepatlah lulus biar orang tuamu bahagia. Beressss.
-------------------------------------------------------------------------
Cak Nun adalah seorang 'pejalan sunyi'. Beliau 'out of the box' dari semua hiruk pikuk duniawi. Sekarang tidak pernah mau tampil di media nasional. Hanya mau tampil di TV lokal, itu pun bukan keinginan Cak Nun. Tapi media yang datang, merekam event dan menyiarkannya.Tanpa transaksi, karena memang tujuannya sodaqoh . "Saya nggak mau diatur media." kata Cak Nun.
Cak Nun bukan NU juga bukan Muhammadiyah atau yang lainnya. Beliau orang yang fleksibel, bisa menempatkan dirinya di semua kalangan dan aliran. Malah kalangan dan aliran tertentu yang tidak bisa menerima Cak Nun. Menurutnya, agama tidak dianjurkan untuk di-lembaga-kan. Yang penting sebisa mungkin akhlak kita seperti Rasulullah.
Cak Nun tidak pernah jadi anggota sebuah organisasi atau partai politik. Kalau beliau jadi ketua dewan syuro SAR Jogja, itu karena diminta dan alasan kemanusiaan yang nggak mungkin ditolak. Pernah juga jadi anggota ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) atas permintaan BJ. Habibie yang berjanji akan menyelesaikan kasus Kedungombo yang ditangani Cak Nun. Tapi ternyata janji tinggalah janji, Cak Nun pun keluar dari ICMI.
"Saya tidak berpolitik dan jangan sampai ada politisi Indonesia yang boleh masuk dalam pikiran saya, apalagi dalam hati saya, karena syarat rukunnya tidak terpenuhi sama sekali..!" tegas beliau.
"Ahmaq adalah orang yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu..orang yg tidak mau mendengarkan, memikirkan dan mempertimbangkan pendapat-pendapat orang lain. Demokrasi di Indonesia adalah salah satu bentuk dari ke-ahmaq-an. sudah berkali-kali tertipu dan menjadi korban, tapi tetap dipakai juga.." kata Cak Nun.
Cak Nun sendiri nggak suka dengan demokrasi (endonesah). Baginya demokrasi adalah diktator mayoritas. Yang menang adalah yang mayoritas (suara terbanyak), bukan yang benar. Politik kita adalah politik yang tidak mungkin melahirkan pemimpin sejati. Kerikil bisa ditempatkan di maqam-nya berlian, begitu juga sebaliknya. Orang sehebat apapun tidak akan pernah menjadi apa-apa kalau tidak ikut Parpol.
Cak Nun juga menganggap kampanye partai di Indonesia itu aneh. "Kalau ada partai kampanye di depan kader partainya sendiri, itu namanya onani..!"
Partai itu seharusnya kampanye kepada partai yang lain. Kampanye kok di depan anggotanya yang jelas sudah tahu persis misi dan tujuan partai tersebut. Menurut Cak Nun, jargon Pemilu-pun juga salah kaprah (langsung, umum, bebas dan rahasia). "Bebas kok rahasia..kalau rahasia ya nggak bebas..! Ya'opo se rek."
Karena sikapnya yang indepeden itulah Cak Nun sempat dicap sombong oleh sebagian kalangan. Cak Nun menanggapi hal itu dengan santai :
"Saya memang sombong. Harus itu! Sombong kepada dunia itu wajib hukumnya. Yang tidak boleh itu sombong kepada Tuhan. Tapi, kepada dunia, kepada popularitas, kepada semua yang ada di dunia, kepada uang, harta benda, anda harus sombong! Kalau tidak, anda hanya akan jadi budak dunia...!"
-------------------------------------------------------------------------
Sementara ngene disik...kapan-kapan disambung maneh mblo....
Kalau ada sesuatu yang nggak paham, solusinya adalah kita belajar memahami. Kalau ada sesuatu yang tidak setuju, solusinya adalah mencoba menghayati dan menerima sesuatu yang tidak sama. Jangan lupa, bahwa kamu juga tidak sama dengan dia. Jangan berpikir kamu tidak setuju pada sesuatu hal, sesuatu hal itu juga nggak setuju dengan kamu..! Melihat uler jijik, padahal ulernya juga jijik lihat kamu. Rumangsamu..
Nggak perlu teriak : liberal! ;apalagi ngafir-ngafirno. Pikiren nang awakmu dewe, opo uripmu iku wis bener? Nek pancen Cak Nun kafir utowo liberal, terus koen kate lapo..?
Cak Nun cuman berusaha menyumbangkan gagasan dan pemikirannya untuk menunjukkan jalan lain bagi kita yang sudah beku dan merasa tak lagi menemukan cakrawala yang suejukk. Cak Nun memberikan kita sebuah alternatif cara menilai, dan menyikapi hidup. Hanya itu..........................(bersambung)
Robbi Gandamana, 10 Juli 2015
(Sumber : Mocopat Syafaat, Kenduri Cinta atau pengajian maiyah yang lain, mbah google, buku, dsb)

Minggu, 29 November 2015

Seorang Teman-pun Takkan Mau Berbagi Laramu

“Seorang teman-pun takkan mau berbagi laramu. Seorang kekasih-pun takkan mau menanggung dukamu. Seorang kerabat-pun takkan mau menggantikanmu untuk tak tidur malam.
Cukup perhatikan dirimu, jaga, manjakan dan jangan membebaninya dengan berbagai permasalahan melebihi kemampuanmu.
Pastikan bahwa saat kau hancur, takkan ada yang mampu memperbaikinya selain dirimu sendiri. Saat kau kalah, takkan ada yang mampu menolong selain tekadmu. Kemampuanmu untuk berdiri kembali tak dimiliki oleh selainmu.
Jangan mencari nilai dirimu lewat pandangan orang lain, carilah lewat suara hatimu. Jika hatimu merasa ringan, kedudukanmu telah terangkat. Dan jika kau telah mengenal dirimu, maka jangan terusik akan apa yang di katakan orang lain tentangmu.
Jangan terlalu memikirkan dunia, karena ia milik Allah. Jangan terlalu memikirkan akan rejeki, karena ia dari Allah. Jangan terlalu memikirkan masa depan, karena ia berada di tangan Allah. Pikirkan hanya satu hal, yaitu bagaimana kau dapat membuat Allah ridha.
Karena saat kau membuat Allah ridha, maka Dia akan ridha padamu, merelakanmu, mencukupimu dan membuatmu tidak membutuhkan pada yang lain.
Jangan putus asa akan kehidupan yang membuat hatimu menangis. Katakan, duhai Tuhan gantikanlah dengan kebaikan di dunia dan akhirat. Karena kesedihan akan sirna dengan bersujud, dan kebahagiaan akan datang dengan berdoa.
Allah takkan lupa dengan sebuah kebaikan yang telah kau lakukan, kesedihan yang telah kau halau, serta mata yang menangis lalu kau menghiburnya. Hiduplah dengan sebuah prinsip; jadilah seorang yang baik walaupun kau tak menerima balasan setimpal. -Berbuat baiklah- bukan karena mereka, tapi karena Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (ARN)

Sumber : JAKARTA, ARRAHMAHNEWS.COM

“ketahuilah! ketika kamu menjadi sahabatku dan semua manusia mengatakan padamu, ‘kamu orang yang berperangai jelek’. janglah bersedih dengan apa yang mereka katakan kepadamu. dan jika mereka mengatakan padamu, ‘kamu orang yang berakhlak mulia’. jangan pula gembira dengan perkataan itu, akan tetapi lihatlah dirimu dalam Quran!
jika kamu melihat dirimu harus mengamalkan perintah-perintah Quran, maka apa saja yang diperintahkan agar ditinggalkan, maka tinggalkanlah, dan apa saja yang diperintahkan agar diamalkan, maka amalkanlah dengan suka cita. takutlah atas balasan-balasan yang menakutkan yang terdapat dalam Quran! dan berpegang teguhlah di jalanmu, karena perkataan manusia yang mereka alamatkan kepadamu tidak akan merugikanmu.
Akan tetapi, bila kamu tidak tergolong orang yang mengikuti KITABULLAH dan perbuatanmu bertentangan dengan perintah dan larangannya, maka kamu harus memikirkan keselamatan dirimu yang telah kamu lalaikan, bukan memikirkan perkataan orang lain”.
 

Minggu, 22 November 2015

Kutipan Imam Ali memaknai " Kemerdekaan "

  Apabila anda hendak membatasi cahaya matahari dan membentangkan tirai dihadapannya sehingga cahaya tersebut tak menjadikan benda-benda diseberangnya panas dan terang, sesungguhnya anda memadamkannya. Apabila anda mampu menahan udara dari bertiup, sebenarnya anda memusnahkan udara itu. Demikian pula, apabila anda berbuat sedenikian rupa sehingga dapat mencegah aliran gelombang air sungai, bunga-bunga dipadang, burung-burung di udara dan semua yang terdapat didunia ini agar tidak melakukan fungsi-fungsinya yang alami, samahalnya dengan anda memusnahkannya.
Demikian juga halnya dengan manusia. Merenggut hak-hak kebebasan manusia sama artinya dengan membunuh seluruh umat manusia.




Rabu, 29 Juli 2015

Sabtu, 25 Juli 2015

Islam Nusantara di Mata Quraish Shihab

JAKARTA, Arraahmahnews.com – Kita patut bangga memiliki ulama pakar tafsir Al-Qur’an terkemuka alumnus Al-Azhar Mesir. Ia tak lain adalah Prof. Dr. M. Quraish Shihab. Selama bulan Ramadan kemarin, setiap hari menjelang imsak dan berbuka puasa ia tampil di saluran televisi swasta untuk menerangkan isi kandungan Al-Qur’an. Buku biografinya berjudul Cahaya, Cinta dan Canda M Quraish Shihab baru di-launching di Jakarta pada Rabu 8 Juli 2015.
Quraish-Shihab-2
Prof Quraish Shihab
Selain itu, Pak Quraish juga kerap mengisi ceramah agama di berbagai masjid. Penulis pernah mengikuti ceramahnya beberapa hari yang lalu. Awalnya, penulis mengira bahwa penyusun Tafsir Al-Mishbah itu akan menerangkan tafsir Al-Qur’an sebagaimana di layar kaca, ternyata tidak. Dengan sangat memukau, mantan menteri agama RI itu mengemukakan pandangannya terkait tema yang sedang hit belakangan ini, yaitu “Islam Nusantara”.
Menurut Pak Quraish, istilah “Islam Nusantara” bisa saja diperselisihkan. Terlepas setuju atau tidaknya dengan istilah tersebut, ia lebih terfokus pada substansi. Islam sebagai substansi ajaran. Islam pertama turun di Makkah lalu tersebar ke Madinah dan ke daerah-daerah lain, Negara Yaman, Mesir, Irak, India, Pakistan, Indonesia dan seluruh dunia. Islam yang menyebar itu bertemu dengan budaya setempat. Pada mulanya, Islam di Makkah bertemu dengan budaya Makkah dan sekitarnya. Akulturasi antara budaya dan agama ini—sebagaimana di tempat lain kemudian—oleh Islam dibagi menjadi tiga.
Pertama, adakalanya Islam menolak budaya setempat. Pak Quraish mencontohkan budaya perkawinan di Makkah. Kala itu ada banyak cara seseorang menikah. Salah satunya, terlebih dahulu perempuan berhubungan seks dengan 10 laki-laki lalu kalau hamil, si perempuan bebas memilih satu dari mereka sebagai suaminya. Ada kalanya juga dengan cara perzinaan yang diterima masyarakat kala itu. Dan, ada lagi pernikahan melalui lamaran, pembayaran mahar, persetujuan dua keluarga. Nah, yang terakhir inilah yang disetujui Islam, sedangkan budaya perkawinan lainnya ditolak. Ini pula yang dipraktikkan Rasulullah SAW ketika menikahi Khadijah RA.
Kedua, Islam merevisi budaya yang telah ada. Lebih lanjut, Pak Quraish memberi contoh, sejak dahulu sebelum Islam orang Makkah sudah melakukan thawaf (ritual mengelilingi Kakbah). Namun, kaum perempuan ketika thawaf tanpa busana. Alasan mereka karena harus suci, kalau mengenakan pakaian bisa jadi tidak suci, maka mereka menghadap Tuhannya dengan apa adanya alias “telanjang”. Kemudian Islam datang tetap mentradisikan thawaf akan tetapi merevisinya dengan harus berpakaian suci dan bersih, serta ada pakaian ihram bagi yang menjalankan haji dan umrah.
Ketiga, Islam hadir menyetujui budaya yang telah ada tanpa menolak dan tanpa merevisinya. Seperti budaya pakaian orang-orang Arab, yang lelaki mengenakan jubah dan perempuan berjilbab. Oleh Islam budaya ini diterima.
Alhasil, kesimpulannya ialah jika ada budaya yang bertentangan dengan Islam maka ditolak atau direvisi, dan jika sejalan maka diterima. Inilah prinsip Islam dalam beradaptasi dengan budaya. “Jadi Islam itu bisa bermacam-macam akibat keragaman budaya setempat. Bahkan adat, kebiasaan dan budaya bisa menjadi salah satu sumber penetapan hukum Islam,” tutur Pak Qurasih.
Melihat pemaparan Pak Quraish ini kita bisa menilai, jika memang ada budaya di bumi Nusantara yang bertentangan dengan Islam maka dengan tegas kita harus menolaknya seperti memuja pohon dan benda keramat, atau meluruskannya seperti tradisi sedekah bumi yang semula bertujuan menyajikan sesajen untuk para danyang diubah menjadi ritual tasyakuran dan sedekah fakir miskin. Dan, jika ada budaya yang sesuai dengan syariat Islam maka kita terima dengan lapang dada, seperti ziarah kubur dalam rangka mendoakan si mayit, meneladaninya serta dzikrul maut (mengingat mati). Inilah wajah Islam Nusantara.
Jilbab dan Langgam Jawa
Ada hal yang menarik dalam ceramah Pak Quraish itu. Beberapa jamaah mengkritisi pemikiran Pak Quraish terkait jilbab dan membaca Al-Qur’an dengan langgam Jawa, seperti yang terjadi di Istana Negara tak lama ini.
Menanggapi hal itu, Pak Quraish balik bertanya, “Anda pernah lihat foto istri Ahmad Dahlan, istri Hasyim Asy’ari, istri Buya Hamka, atau organisasi Aisyiyah? Mereka pakai kebaya dengan baju kurung, tidak memakai kerudung yang menutup semua rambut, atau pakai tapi sebagian. Begitulah istri-istri para kiai besar kita. Apa kira-kira mereka tidak tahu hukumnya wanita berjilbab? Pasti tahu. Tapi mengapa mereka tidak menyuruh istri-istrinya pakai jilbab?”
Kritikan mengenai jilbab bagi ayah Najwa Shihab itu bukan hal yang baru. Pada tahun 2009, dalam sebuah talkshow bertajuk Lebaran bersama Keluarga Shihab di sebuah saluran televisi, Pak Quraish mengemukakan pendapatnya yang dinilai cukup kontroversial. Ia juga menulis buku tentang pendapatnya itu dengan judul Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama Masa Lalu & Cendikiawan Kontemporer.
Sebagaimana diketahui, soal pakaian wanita muslimah, para ulama berbeda pendapat setidaknya ada tiga pandangan. Pertama, seluruh anggota badan adalah aurat yang mesti ditutupi. Kedua, kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Ketiga, cukup dengan pakaian terhormat. Dalam hal ini, Pak Quraish lebih condong pada pendapat yang terakhir.
Seorang pakar tafsir Al-Qur’an di Jawa Timur, KH A Musta’in Syafi’i pernah menulis artikel menarik tentang hal ini. Ia menuturkan, memang jilbab itu berasal dari budaya, tapi sudah ditetapkan menjadi syari’at. Ia lebih melihat sisi aksiologis, di balik pesan nash yang tidak sekedar bertafsir seputar teks, melainkan memperhatikan pula efek hikmah dan tujuan pensyari’atan jilbab atau tutup aurat itu. “Apakah pendapat Pak Quraish itu jawaban nurani keagamaanya atau sekedar membela diri?” ungkapnya.
Pak Quraish tak pernah merasa bosan menanggapi pertanyaan seputar jilbab, bahkan sesudah melampaui tiga dekade, ketika ia dicap sebagai cendekiawan yang membolehkan wanita muslimah tak berjilbab. Jika ada waktu luang, ia dengan senang hati memenuhi undangan diskusi atau seminar seputar jilbab. “Dan, pendapat saya seputar itu tak berubah, atau belum berubah,” tegasnya dalam buku Cahaya, Cinta dan Canda M Quraish Shihab (hal.255).
Mengenai membaca Al-Qur’an dengan langgam Jawa, Pak Quraish berpandangan boleh. Menurutnya, membaca Al-Qur’an boleh pakai lagu mana saja asal huruf dan tajwidnya benar.  “Anda boleh pakai langgam Jawa, Sunda, sedangkan saya pakai langgam Bugis misalnya, silakan saja karena itu yang Anda anggap enak dan sedap didengar orang,” paparnya. ( Baca Penjelasan Qurais Shihab tentang Langgam Jawa dalam Membaca al-Qur’an)
Rahmat Bukan Laknat
Sebagian hasil ceramah Pak Quraish di atas penulis share di media sosial Facebook. Banyak tanggapan pro dan kontra terkait hal itu. Seorang teman yang kini sedang study di Al-Azhar berkomentar, “Quraish Shihab habis dibantai ketika di Mesir. Tak usah dibanggakan, ngatur anak sendiri aja nggak becus. Kecerdasan seseorang diukur bukan dari cara dia lolos dari perdebatan. Dia pandai di depan orang awam belum tentu lolos debat dengan sesama ulama apalagi di depan Allah. Beragamalah yang benar sesuai tuntunan Rosul. Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy’ari keduanya bukanlah Rosul”. ( Baca ISLAM NUSANTARA RAHMATAN LIL ALAMIN BUKAN LAKNATAN LIL ALAMIN )
Maka dengan berusaha santun meredam emosi penulis menanggapi; (1) Saya dan kami semua tetap membanggakan Pak Quraish, ahli tafsir negeri ini. Masalah dibantai karena pendapat itu wajar. Ia sudah berijtihad, bukankah orang yang berijtihad kala benar dapat dua pahala dan kala salah dapat satu pahala. Beliau banyak jasanya, bayangkan ayat-ayat Al-Qur’an seluruhnya diterjemah-ditafsiri. Mengapa hanya karena segelintir pendapatnya yang berbeda dengan kita lantas dimusuhi, dibenci? Kalau pun Anda membenci ya bencilah pendapatnya yang itu saja, bukan semua pendapatnya, apalagi orangnya. Tuhan melarang kita saling benci. (2) Nggak becus membina anak? Ingat Pak Quraish manusia biasa. Jangankan dia, anak Nabi Nuh AS saja tidak beriman, itu sederajat nabi. Justru kalau Pak Quraish selalu benar itu tidak wajar, bisa jadi beliau malaikat bukan manusia? intermezoo (3) Kita tidak mungkin bisa kenal Rasul SAW tanpa bantuan ulama-ulama kita. Toh, Nabi bersabda ulama adalah pewarisnya. Contoh mudahnya, kita tidak mungkin bisa berhaji-umrah tanpa bimbingan ketua rombongan, kalau berangkat sendiri bisa-bisa nyasar dan salah ritual.
Salah seorang famili Pak Quraish, Amna Alatas, menuturkan kepada penulis “Ami (demikian dia menyebut Pak Quraish) memang sepertinya sudah kebal dengan komentar-komentar miring tentang dirinya. Taushiyah Ami bukan untuk semua kalangan, banyak orang yang belum bisa terima karena tidak tahu persis esensinya. Kalau diambil sepotong-potong tanpa penjelasan selanjutnya memang artinya bisa jadi kontroversi”.
Di negeri kita tampaknya memang sering terjadi perbedaan pendapat dalam keislaman, mulai hal kecil sampai besar, termasuk istilah “Islam Nusantara” yang digaungkan oleh Nahdlatul Ulama dan istilah “Islam Berkemajuan” oleh Muhammadiyah. Belum lagi, ormas-ormas lain di luar keduanya.
Maka, sebagaimana Pak Quraish, kita sepakat tidak perlu berkutat pada istilah, namun lebih pada substansi. Dengan demikian, umat Islam di negeri ini akan lebih saling menerima, dan menjadikan perbedaan sebagai rahmat bukan laknat. Wallahu A’lam. (ARN/Nu.or.id)

Rabu, 22 Juli 2015

"Surga Itu Nggak Penting..!"

[Think Different Ala Cak Nun]

Emha Ainun Nadjib atau biasa disebut Cak Nun adalah seorang ulama atau kyai yang punya pemikiran-pemikiran nggak umum, kadang kontroversial, berbeda dari kebanyakan ustadz. Tapi tentu saja pemikirannya sangat masuk akal, brilian, otentik dan bisa dipertanggungjawabkan. Ulasan di bawah ini adalah beberapa dari banyak sekali pemikiran beliau yang di anggap sangat dahsyat untuk bahan renungan dan pembelajaran.

Beberapa tahun belakangan marak 'sedekah ajaib' yang sering digiatkan oleh seorang ustad 'nganu'. Cak Nun mengingatkan, "Sedekah itu dalam rangka bersyukur, berbagi rejeki bukan dalam rangka mencari rejeki. Kalau anda mengharapkan kembalian berlipat-lipat dari sedekah, itu bukan sedekah.. tapi dagang!"

Beliau tidak mengecam juga, lha wong taraf imannya masih segitu kok.
Kalau menyedekahkan uang, sepeda motor, mobil, rumah, helikopter atau apa pun.. kasih saja.. titik! Setelah itu jangan berharap apa-apa. Walau kita yakin akan dibalas dengan berlipat ganda tapi ketidaktepatan dalam niat menjadikan sedekah bukan lagi sedekah, melainkan sekedar jual beli. Sedekahnya sudah bagus tapi janji Tuhan jangan dijanjikan oleh manusia..!
Banyak orang beribadah yang masih salah niat. Naik haji biar dagangannya lebih laris. Shalat Duha biar diterima jadi PNS. Ibadah itu dalam rangka bersyukur.. titik!.

Menangislah pada Tuhan tapi bukan berarti jadi cengeng. Nabi dalam shalatnya menangis tapi sebenarnya itu adalah menangisi. Beda antara menangis dan menangisi. Kalau menangis itu kecenderungan untuk dirinya tapi kalau menangisi itu untuk selain dirinya: orang tua, anak, istri, saudara, sahabat dan seterusnya.

Ada seorang pedagang miskin yang dagangannya nggak laku, dia sabar dan ikhlas: "kalau memang saya pantasnya miskin, dagangan saya nggak laku.. saya ikhlas.. manut... yang penting Tuhan ridha sama saya." Malah keikhlasan seperti ini yang langsung dijawab oleh Tuhan dengan rejeki berlimpah yang tak disangka-sangka datangnya.

Tapi kalau kita yang ditimpa sial, dagangan nggak laku, biasanya langsung mewek: "Ya Tuhan kenapa saya kok miskin, dagangan nggak laku, gak iso tuku montor.... aku salah opo se..!???" Waaahh... malaikat langsung gregetan, njundul raimu: "Ohhh..cengeng koen iku!!!"
Iman seseorang memang tidak bisa distandarisasi. Tiap orang mempunyai kapasitas iman yang berbeda. Makanya kalau jadi imam harus paham makmumnya. Makmumnya koboi tapi bacaan imamnya panjang-panjang disamakan dengan anak pesantren. Akhire makmumnya nggerundel, gak ikhlas , “matane…!”

Cak Nun mengingatkan, usahakan berbuat baik jangan sampai orang tahu. Kalau bisa jangan sampai orang tahu kalau kita shalat. Lebih ekstrim lagi, jangan sampai Tuhan tahu kalau kita shalat (walau itu nggak mungkin). Pokoknya lakukan saja apa yang diperintahkan dan jauhi yang dilarang-Nya.. titik!. Itu adalah sebuah bentuk keikhlasan, tanpa pamrih yang luar biasa. Sudah suwung, sudah nggak perduli dengan iming-iming imbalan pahala, yang penting Tuhan ridha, nggak marah sama kita.
Motong rambut atau kuku nggak harus nunggu hari Jum'at. Mau kenthu aja kok ya harus nunggu malam Jum'at. Itulah kita, tarafnya masih kemaruk pahala. Nggak ada pahala, nggak ibadah. Ini jangan diartikan meremehkan Sunnah Rasul. Pikiren dewe..

"Surga itu nggak penting..!" kata Cak Nun suatu kali. Tuhan memberi balasan yang bernama surga dan neraka. Tapi kebanyakan manusia kepincut pada surga. Akhirnya mereka beribadah tidak fokus kepada Tuhan. Kebanyakan kita beribadah karena ingin surga dan takut pada neraka. Kelak kalau kita berada di surga, bakalan dicueki oleh Tuhan. Karena cuma mencari surga nggak mencari Tuhan. Kalau kita mencari surga belum tentu mendapatkan Tuhan. Tapi kalau kita mencari Tuhan otomatis mendapatkan surga. Kalau nggak dikasih surga, terus kita kost dimana???
"Cukup sudah, jangan nambah file di kepalamu tentang surga dan neraka.. fokuskan dirimu pada Tuhan.
Lillahi taala..